Seni Hadrah merupakan salah satu
kesenian khas yang terdapat di Desa Pegayaman. Kesenian ini juga kerap
ditemukan di tempat lain seperti di Jawa. Hanya saja ada keunikan tersendiri
sehingga seni hadrah di Pegayaman memiliki karakter tersendiri. Seni Hadrah
merupakan seni tari yang di dalamnya terdapat unsur gerakan indah, seni suara
dan instrumental. Seni ini melambangkan gerakan-gerakan prajurit dalam baris-berbaris. Dalam hal ini Wayan Hasyim menyatakan seni ini mirip dengan seni
jangger dalam kebudayaan Bali. Setiap gerakan dalam seni ini merepresentasikan
gerakan-gerakan dalam pencak silat. Semua gerakan diambil dari teknik-teknik
pencak silat seperti kuda-kuda dengan mengepalkan tangan dan menyilangkannya di
depan dada, kemudian gerakan memberikan pukulan dan sebagainya. Semua gerakan
ini melambangkan kesiagaan pasukan dalam berperang. Seni semacam ini menjadi
wajar berkembang di Desa Pegayaman, mengingat para leluhur mereka merupakan
pasukan perang pada masa Kerajaan Buleleng.
Seni
vokal yang mengiringi berupa nyanyian yang diambil dari kitab Al Berzanji yang
merupakan salah satu kitab yang cukup berarti bagi masyarakat Pegayaman. Dalam
menyanyikan ini, semua pasukan penari juga turut ikut bernyanyi. Lagu yang
dibawakan biasanya menggunakan bahasa Arab sesuai dengan isi kitab Al Berzanji.
Namun belakangan beberapa sekaa sudah
memodifikasinya dengan bahasa Indonesia sehingga lebih mudah untuk dipahami.
Lirik berupa bahasa Indonesia ini biasanya bertemakan kebesaran Nabi Muhammad
SAW, keberadaan masyarakat Pegayaman, makna perayaan Maulid dan sebagainya. Untuk
mengiringi tarian serta nyanyian, digunakan rebana yang sudah berisi lempengan
seng untuk menghasilkan suara lebih meriah. Para penabuh rebana ini memiliki
dua fungsi yaitu sebagai penabuh dan juga bernyanyi saat kesenian dipentaskan. Pakaian yang dikenakan juga menyerupai pasukan
perang dalam baris berbaris. Idealnya kostum yang digunakan berupa songkok
(peci), pakaian lengan panjang, celana panjang, sepatu hitam, selibah atau selempangan. Dalam istilah
seni Hadrah songkok yang digunakan disebut polet.
Polet adalah peci yang sudah dihiasi dengan pita merah putih di bagian sisi
atas. Warna merah putih melambangkan semangat nasionalisme warga Pegayaman.
Pakaian lengan panjang biasanya berwarna agak mencolok. Namun ada juga sekaa yang menggunakan pakaian lengan
panjang berwarna putih polos seperti sekaa Hadrah Pegayaman (hasil observasi tanggal 14 dan 15 januari 2014). Selibah atau selempangan biasanya berupa
kain kecil dengan lebar 5 centimeter dan diselempangkan dari pundak kiri
sampai pinggang bagian kanan.
Pementasan
seni hadrah ini dimulai dengan persiapan dari angguk yang dipimpin oleh danton. Semua aba-aba yang diberikan
menggunakan bahasa arab. Pertama pasukan angguk
akan disiapkan, kemudian memberikan hormat kepada penonton. Setelah usai,
baru hadi mulai bernyanyi dan menabuh rebana. Pasukan angguk memulai gerakan tari setelah diberi perintah oleh danton.
Biasanya gerakan akan dimulai dengan suara serentak dari angguk dengan suara ‘asik’. Barulah para angguk mulai menari.
Gerakan dari tarian angguk sangat dinamis. Biasanya antar angguk dan hadi saling
bersahutan dalam bernyanyi. Semakin lama tempo semakin dipercepat. Lama tarian
dari 5 sampai 8 menit. Kesenian ini dilakukan oleh kaum pria dari umur belasan
hingga 50 tahuan. Seperti sekaa hadrah
Pegayaman yang saat ini sudah beranggotakan 30 orang dengan kisaran umur 20
sampai 50 tahun. Kesenian ini biasanya dipentaskan saat perayaan hari Maulid
Nabi serta hajatan lain seperti sunatan dan nganten.
Fungsi dari kesenian ini adalah sebagai hiburan. Pada saat ada hajatan nganten, biasanya kesenian hadrah akan
mengiringi dalam prosesi ngidih ke
rumah mempelai perempuan pada barisan paling belakang.
Saat
ini di Desa Pegayaman terdapat empat sekaa
yakni Hadrah Pegayaman, Tembara di Banjar Kubu, Kuman Tegeh di Banjar Kubu
Lebah, dan Hadrah Amerta Sari. Semua sekaa
tidak memiliki sekretariat khusus. Latihan biasanya dilakukan secara
bergilir di tempat anggota. Latihan intens akan dilakukan menjelang Maulid Nabi
seperti sekaa hadrah Pegayaman yang
melatih anggotanya setiap malam senin dan kamis. Cara rekruitmen anggota
biasanya dilakukan secara sukarela. Jika ada warga yang hendak ingin menjadi
anggota akan dipersilahkan asal ada kemauan. “jika ada yang mau gabung ya
silahkan, mari kita belajar sama-sama” kata bendahara sekaa hadrah Pegayaman Nengah Zakaria.
Dalam setiap kali pementasan yang bersifat
pribadi seperti untuk upacara sunatan atau nganten,
biasanya sekaa hadrah tidak
menargetkan berapa upah yang harus dibayar. Mereka menyerahkan semuanya kepada
tuan rumah. Biasanya uang diberikan atau impak akan dijadikan kas sekaa. Sementara dalam perayaan Maulid
Nabi, biasanya para pemain hadrah akan mendapatkan berkah dari tuan rumah saat
mengarak sokok seperti minuman,
makanan dan sebagainya. Untuk kegiatan adat di Masjid juga mendapatkan berkah
berupa bingkisan makanan dari panitia pelaksana. Selain itu pembagian sokok akan diutamakan bagi sekaa hadrah mengingat partisipasinya
dalam perayaan Maulid. Partisipasi Hadrah dalam perayaan Maulid Nabi sangat
besar meskipun tidak mendapat imbalan berupa uang. Semua dilakukan secara
sukarela untuk meneruskan tradisi leluhur. Seperti diakui oleh Nengah Zakaria,
dirinya mengikuti kesenian ini karena ingin melestarikan budaya leluhur. Meski
baru bergabung beberapa bulan, ia sama sekali tidak mengharapkan imbalan
apapun. “ini murni untuk mempertahankan budaya leluhur kami, jangan sampai anak
cucu kami tidak bisa menyaksikan kesenian ini” tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar